TeTesan Tinta Seputih SaLju ...



blog ini sebagian besar berisi corat-coretku, makalah-makalah kuliyahku, tugas-tugas kuliyah, materi kuliyah, puisiku, & ade beberape lirik lagu n nasyid kesukaan ku ....... ***heheheheh****

Jumat, 06 Januari 2012

KALAM PERTAMA YANG KELUAR DARI LISAN NABI MUHAMMAD SAW

 Studi kritis terhadap tafsir makna keterangan teks ayat Al-Qur'an,,
yaitu pada keterangan teks kalam pertama
yang keluar dari lisan Rasullullah SAW.

 




A.    Latar Belakang
Kitab Al-Qur’an merupakan rekaman Al-Qur’an ( sesuatu yang abstrak yang keluar dari lisan Nabi Muhammad SAW.) dalam bentuk teks yang ditulis dalam lembaran-lembaran kertas dan dijilid, yang selama ini di sebut sebagai kitab suci umat Islam yang dijadikan petunjuk dan pedoman hidup di dunia dan akhirat, sehingga kitab Al-Qur’an yang berupa tulisan-tulisan di atas lembaran-lembaran yang dijilit tersebut menjadi kewajiban untuk di baca bagi orang-orang yang beriman untuk di jadikan sebagi petunjuk agar selamat didunia dan akhirat. Hal ini di landaskan pada kalam yang pertama turun, yakni QS.al-‘Alaq, di mana ayat pertama berbunyi “Iqra’ “ yang artinya bacalah.
 Setidaknya, begitulah yang menjadi pemahaman banyak orang pada saat ini dan juga menurut pemahaman penulis selama ini. Hal ini tidaklah sesuai dengan apa yang sebenarnya terkandung di dalam teks Al-Qur’an itu sendiri. Dimana telah jelas dijelaskan pada QS. al-isra’:14 bahwa kitab yang seharusnya dibaca adalah kitab yang ada pada diri kita pribadi yang hendaknya kita jadikan sebagai penghisab untuk diri kita masing-masing. Adapun kalam Al-Qur’an yang disampaikan oleh Muhammad Rasullullah SAW. merupakan petunjuk yang menunjukkan petunjuk sebenarnya, yaitu apa yang ada di dalam diri kita pribadi.
Pada kenyataannya, selama ini masih banyak yang belum mengetahui tentang hakikat makna yang sebenarnya terkandung mengenai Al-Qur’an, kitab dan apa yang seharusnya dibaca berdasarkan kalam yang pertama turun, yakni QS.al-‘Alaq ayat pertama. Oleh sebab hal itu, penulis dalam makalah ini ingin sedikit mencoba menilik makna atau tafsir yang terkandung dalam kalam yang pertama keluar dari lisan Nabi Muhammad SAW. secara ontology berbasis hikmah. Adapun judul makalah ini adalah MENILIK KALAM PERTAMA YANG KELUAR DARI LISAN NABI MUHAMMAD SAW.
B.    Teks Kalam Yang Pertama Turun Dan Terjemahannya
Teks Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq : 1-5

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ {1} خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ {2} اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ {3} الَّذِي عَلَّمَ ابِالْقَلَمِ {4} عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ {5}
Artinya : “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. 96:1-5)

C.   Tafsir Dan Makna Kalam Yang Pertama Turun Berdasarkan Tafsir Hikmah
a.      
Kata Al-Qur’an, sebagai mana dijelaskan oleh Dr. Syarif MA dalam bukunya yang berjudul Tafsir Tarbawi (Mengenal ontology agama berbasis hikmah), menunjuk pada makna kalam yang keluar dari mulutnya Nabi, yakni sesuatu yang abstrak yang keluar atau di ucapkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, dalam makalah ini penulis mengkaji mengenai makna kalam yang pertama keluar dari lisan Nabi Muhammad SAW, bukan kalam pertama yang turun, karena Al-Qur’an atau kalam yang sebenarnya tidak turun di gua hira (jabal nur) sebagai mana yang dijelaskan dalam kitab-kitab tafsir saat ini, melainkan Nabi Muhammadlah yang turun dari gua hira (jabal nur), kemudian bergegas kembali kerumah dan menceritakan kepada istrinya Khadijah ra. (Dr. Syarif MA, 2011 :11-12), jelas pada saat inilah kalam pertama itu keluar atau diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Adapun kalam yang pertama keluar dari lisan Nabi Muhammad SAW menurut kesepakatan bulat para ulama adalah yang terekam dalam bentuk teks yang transliterasinya dalah “Iqra’ bismi rabbika al-ladzi khalaq …”.  Jika rangkaian kalimat pada teks ini diartikan maka sebenarnya berbunyi : “baca dengan nama Tuhanmu yang mencipta”. Artinya, ada objek yang harus dibaca pada rekaman teks kalam tersebut, yaitu yang mesti dibaca ialah “yang dengan nama Tuhan”. Sehingga teks kalam tersebut tidak boleh diartikan “dengan menyebut nama Tuhan” oleh karena, pada teks tersebut tidak ada tambahan kata “qaul atau tilawat”, (Dr. Syarif MA, 2011 : 14).
Dengan demikian, makna kalam pertama sebagaimana dijelaskan oleh M. Quraish Shihab, dalam kitab tafsirnya yang popular, Tafsir Al-Mishbah, bahwa Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk membaca wahyu-wahyu ilahi, alam dan masyarakat dengan dan demi nama Tuhan yang memelihara dan menciptakan, supaya menjadi bekal diri Nabi dengan kekuatan pengetahuan, tidaklah pas untuk menafsirkan kalam pertama ini. Lebih lanjut M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa, secara kaidah bahasa, apabila kata kerja yang membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, maka objek yang dimaksut bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut (M. Quraish Shihab, 2002 :393), hal ini sangatlah tidak relavan oleh karena perintah itu tidak tersangkut oleh kaidah bahasa tetapi tersangkut dengan wujud benda atau objek yang harus dibaca (Dr. Syarif MA, 2011:15).
Sedangkan Sayyid Quthb (2002:305)  mengemukakan bahwa pada hakikatnya segmen pertama yang turun pada saat pertama terjadinya kontak antara Rasullullah SAW. dan alam tertinggi ini, maka diletakkanlah kaidah tasawwuf imani’ pandangan dan pola pikir yang berdasarkan iman yang besar dan luas. Semua urusan. gerak, langkah dan perbuatan dengan menyebut nama Allah dan atas nama Allah. Dengan nama Allah segala sesuatu dimulai dan berjalan. Kepada Allah segala sesuatu menuju dan kembali. Penafsiran ini lebih kepada penafsiran secara epistimologis dan benar adanya jika kalam pertama yang keluar dari lisan Nabi Muhammad “Iqra’ bismi rabbika al ladzi khalaqa“ diartikan seperti ini : “Bacalah, denagan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan …”, Apa yang di ungkapkan oleh Sayyid Quthb ini senada dengan apa yang di ungkapkan oleh Wahbah Zuhaili dkk. yang mengemukakan bahwa makna atau tafsir kalam pertama itu sebagai berikut: “Wahai Muhammad mulailah membaca Al-Qur’an dengan menyebut nama Rabbmu, atau memohon pertolongannya, penciptaan segala sesuatu. Penciptaan adalah nikmat yang pertama. Dia menciptakan manusia dari ‘alaqah (darah beku)”. Dari kedua penafsiran ini hanya berdasarkan epistimologis secara umum yaitu dengan menambah-nambah kata untuk memuaskan pengetahuan (Dr. Syarif MA, 2011 : 16). 
Lebih lanjut Dr. Syarif mengemukakan secara ontologi bahwa objek yang harus dibaca pada rangkaian teks diatas adalah “bismi rabbika”. Jika tidak menggunakan keterangan teks lain, teks ini belum dapat secara jelas ditentukan objeknya. Namun setidaknya, keterangan ayat atau teks yang kedua jelas menyebut manusia dan jika timbul pertanyaan baru, “apa yang ada pada manusia itu yang harus di baca?”, maka dalam QS. al-Isra’:14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا {14}
Artinya : "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap terhadapmu". (QS. 17:14)
Dari ayat ini jelas bahwa kitab yang dimaksud dalam keterangan teks diatas adalah catatan yang tidak pernah diturunkan di atas kertas-qiethas, QS. al-An’am :7
وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَآإِلاَّ سِحْرُُ مُّبِينُُ {7}
Artinya : “Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata:"Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (QS. 6:7)
Pengenalan akan ontology kalam pertama dari QS. al-‘Alaq itu mengharuskan kita memahami makna al-rahman dan al-rahim pada rangkaian teks pertama dan kedua dalam QS. al-Fatihah (Dr. Syarif MA, 2011 : 15-16)
Jika insan yang menjadi objek yang harus dibaca pada kasus ayat pertama dari surat al-‘Alaq di atas, sesungguhnya untuk menemukan wujud kepercayaan Allah yang sedang berada di dalam diri insan itu. Itulah sesungguhnya bismi rabbika pada rangkaian kalam pertama itu harus dicari wujudnya, bukan ditambah-tambah kata untuk memuaskan ketitad tahuan (Dr. Syarif MA, 2011 : 16).













DAFTAR PUSTAKA


Quthb, Sayyid, 2002, TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN (dibawah naungan al-qur’an jilid XII), Jakarta : Gema Insani Press
Shihab, M. Quraish, 2002, TAFSIR AL-MISHBAH (pesan, kesan dan keserasian Al-qur’an), Jakarta : Lentera Hati
Syarif, 2011, TAFSIR TARBAWI (mengenal ontology agama berbasis hikmah), Pontianak : STAIN Pontianak Press
Zuhaili, Wahbah dkk, 2009, Buku Pintar Al-Qur’an (seven in one), Jakarta : Almahira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar